Berdasarkan catatan di beberapa sumber, sekurang-kurangnya masjid ini telah ada semenjak 1839 atau telah berperan semenjak seputar 180 tahun kemarin meskipun sebelumnya cuma berbentuk surau atau langgar kecil.
Walau sudah alami seringkali perbaikan, ada banyak hal yang masih dipertahankan di masjid itu, seperti meriam peninggalan Belanda di muka masjid.
"Sebab dahulu kan belumlah ada sirene masjid seperti jaman saat ini, itu dipakai buat peringatan membuka puasa. Jika saat ini cuma dibikin pajangan," papar Sumanta, dikutip Pada, Selasa, 15 Januari 2019.
Tidak hanya meriam, ada juga beduk hadiah dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di Way Halim, Bandar Lampung yang masih disimpan sampai saat ini, dan kitab-kitab peninggalan semenjak dulu dari beberapa bahasa yang disimpan di perpustakaan masjid.
"Yang sangat dijaga ada juga kitab-kitab kuno, peninggalan dari dahulu, kitab-kitab itu ada pada beberapa bahasa, seperti Arab, Belanda, Portugis, serta beberapa bahasa lainnya yang saat ini masih tetap disimpan di perpustakaan masjid ini," kata Sumanta.
Perpustakaan itu pada saat lantas dibuka untuk umum serta ada penjaganya, yakni Noval Arbai, tapi saat ini ditutup sebab yang mengawasi telah repot. Semenjak ojek daring ramai, ia jadi pengojek daring. Walau sebenarnya waktu dibuka untuk umum, perpustakaan di masjid yang sempat terdampak letusan Gunung Krakatau itu agak banyak pengunjung.
Masjid Jami Al-Anwar tidak cuma jadi masjid paling tua di Lampung serta tempat buat penduduk untuk belajar mengaji semenjak jaman dulu, tapi pun jadi markas beberapa pejuang kemerdekaan di Lampung. Masjid ini tetap jadi tempat beberapa pejuang kemerdekaan bersama dengan beberapa ulama mengendalikan taktik perjuangan selesai salat serta mengaji.
Dalam buku "Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia", beberapa tokoh serta ulama yang ikut serta dalam membuat taktik perjuangan, salah satunya Haji Alamsyah Ratu Prawiranegara (bekas Menteri Agama RI), Kapten Subroto, K.H. Nawawi, serta K.H. Thoha.
Dalam buku itu pun disebutkan jika penduduk pundak membahu dalam menjaga Bumi Lampung, Sang Bumi Ruwa Jurai itu dari penjajahan Belanda sampai Indonesia merdeka. Masjid Jami Al-Anwar pun seringkali jadikan tempat berkunjung serta bermalam beberapa peziarah di luar pulau, terpenting Pulau Jawa, di Lampung.
"Bahkan juga, mereka jika setelah berziarah umumnya menginapnya di sini. Mungkin sebab masjid ini masjid yang telah ada lama, jadi beberapa orang di Pulau Jawa yang menyukai berziarah turun temurun tahu masjid ini, jadi jika setelah berziarah, ya kesini," katanya.
Sumanta sebagai pengurus masjid berumur seputar 180-an tahun itu, menginginkan halaman depan masjid dibikin beraspal semua, agar terlihat lebih bersih dan rapi. Diluar itu, beberapa pintu mungkin dapat ditutup supaya anak-anak yang bermain tidak bolak-balik di masjid supaya masjid tampak lebih suci serta terbangun ketertiban dan keadaban. Umat dapat juga lebih khusyuk waktu melaksanakan ibadah di masjid itu.
Lingkungan masjid memang sudah dipadati dengan permukiman masyarakat, hingga sering anak-anak memakainya untuk bermain serta bercengkerama. Ditambah lagi, bagian tengah masjid ada jalan lurus tembus ke sisi bagian lain jalan umum di sampingnya dari pintu masuk masjid di depannya.
Read more: